Sagung Mirah Indah W, S.Farm, Apt.

Apakah Anda Sudah Minum Obat Secara Benar?

Penatalaksanaan Gigitan Anjing Gila (Rabies)

Rabies (Penyakit Anjing Gila)adalah penyakit infeksi akut pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penularan penyakit ini oleh gigitan binatang terutama anjing, kucing, dan kera.

Karena angka kematian yang disesbabkan oleh penyakit rabies sangat tinggi, maka pencegahan dan penatalaksanaannya perlu disosialisakan lebih banyak kepada masyarakat dan terutama di daerah-daerah yang positif rabies.

Beberapa bulan kemaren sangat santer diberikan bahwa kembali lagi ada kasus rabies di Bali yang menyebabkan beberapa orang meninggal dunia. Tentunya hal ini sangat menarik perhatian karena sejak tahun 1999 Bali sudah dinyatakan bebas penyakit Rabies, tentunya kejadin seperti ini sangat menganggu aktivitas pariwisata di Bali yang kemudian tentunya akan membawa dampak buruk kepada perekonomian masyarakat Bali khususnya.

Gejala Klinis

1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.

Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.

Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.

Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

PENANGANAN LUKA GIGITAN HEWAN MENULAR RABIES

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).

Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas.

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

Read More......

Penatalaksanaan penyakit Tetanus

1. Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

2. Etlologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 - 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.

3. Epidemlologi

Kuman.C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Arnenka Senkat, diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.

4. Patofisiologi

Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot masseter. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk ()epistotonus), dinding perut dan tulang belakang. BiLa serangkali kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonikus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas. Sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

Gambaran umum yang khas pada tetanus ialah berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paróksismal dapat dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya, maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urine bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.

5. Penatalaksanaan

A. Umum

1) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.

2) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral.

3) Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.

4) Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.

5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat-obatan

1) Anti Toksin

Tetanus Imun Globulin (TIG) lebih dianjurkan. pemakaiannya dibandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan.

Dosis Inisial TIG yang dianjurkan adalah 5000 U intramuskular yang dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000 U. Bila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intramuskular dan 5000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2) Anti Kejang

Beberapa obat yang dapat digunakan serta efek samping obat yang dimaksud tercantum pada tabel I berikut ini.

Tabel I

Jenis Obat Anti Kejang, Dosis, Efek Sampingnya,

Yang Lazim Digunakan pada Tetanus

Jenis Obat

Dosis

Efek Samping

Diazepam

0,5-01 mg/kg/BB/ 4 jam IM

Sopor, koma

Meprobamat

300-400 mg/4 jam IM

Tidak ada

Klorpomazin

25-75 mg/4 jam IM

Depresi

Fenobartbital

50-100 mg/4 jam IM

Depresi pernafasan

3) Antibiotik

Pemberian penisilin prokain 1,2 Juta Unit/hari atau tetrasiklin 1 gr/hari, secara intra vena, dapat memusnahkan C. tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologisnya

6. Prognosis

Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :

a. Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)

b. Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun)

c. Frekuensi kejang yang sering

d. Kenaikan suhu badan yang tinggi

e. Pengobatan terlambat

f. Periode trismus dan kejang yang semakin senng

g. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas

7. Pencegahan

Pencegahan penyakit tetanus me~put

  1. Mencegah terjadinya luka
  2. Merawat luka secara adekuat
  3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intrarnuskular setelah dilakukan tes kulit.

Read More......

penatalaksanaan Pendarahan Saluran Cerna pada Anak

Perdarahan Saluran Cerna Pada Anak

Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna akut pada anak baik berupa muntah darah atau darah segar dari rektrum merupakan suatu keadaan yang menakutkan anak dan orang tuanya meskipun jumlahnya sedikit.1 Perdarahan saluran cerna merupakan 10-15% kasus yang dirujuk ke Gastroenterologi Anak.2 Perdarahan saluran cerna pada anak dapat bermanifestasi berupa muntah darah (hematemesis), keluarnya darah bewarna hitam dari rectum (melena), tinja yang berdarah atau keluarnya darah segar melalui rectum (hematochezia/enterorrhagia) dan darah samar di feses. Hematemesis merupakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna atas dengan batas di atas ligamentum Treitz. Melena lebih kurang 90% berasal dari saluran cerna atas terutama usus halus dan kolon proksimal, hematochezia yang merupakan perdarahan saluran cerna yang berasal dari kolon, rektum atau anus/saluran cerna bawah atau bisa juga dari saluran cerna atas dengan perdarahan yang banyak dengan waktu singgah usus yang cepat, sedangkan darah samar feses merupakan kehilangan darah melalui feses yang secara makroskopis tidak terlihat umumnya perdarahaan berasal usus halus atau saluran cerna atas. 1,3

Dalam mencari penyebab perdarahan saluran cerna pada anak ada lima informasi penting yang harus diketahui oleh para klinisi yaitu : umur si anak, asal perdarahan, warna darah dan beratnya perdarahan, ada atau tidaknya nyeri perut dan terdapatnya diare.2,3 Umumnya sumber perdarahan ditentukan dalam dua golongan besar yaitu4 :

1. Perdarahan gastrointestinal atas meliputi dari mulut hingga ligamentum treitz

2. Perdarahan gastrointestinal bawah yang berasal dari daerah di bawah ligamnetum treitz

Perdarahan gastrointestinal

Menyingkirkan penyebab palsu perdarahan seperti tertelan darah sewaktu menyusui, epistaksis, hemoptisis, penggunaan obat atau makanan yang merobah warna feses seperti bismuth, besi, coklat, berri, beet dan lain-lain dapat menghindarkan dari pemeriksaan atau prosedur diagnosis yang berlebihan.1,3 Langkah pertama menghadapi pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan memastikan pemberian oksigen yang adekuat, resusitasi cairan dan darah, memastikan akses akses vena terpasang dan koreksi bila terdapat gangguan pembekuan. Pemasangan pipa nasogastrik dapat membedakan kedua golongan perdarahan diatas. Bila pada pipa nasogastrik mengalir darah ini berarti sumber perdarahan dari gastrointestinal atas. Kita dapat memonitor perdarahan dan menentukan beratnya perdarahan yang terjadi. Pemasangan pipa nasogastrik bukanlah merupakan indikasi kontra pada perdarahan esophagus. Dengan cara ini kita dapat membersihkan lambung dan mengurangi risiko aspirasi2,4.

Perdarahan saluran cerna atas

Insiden perdarahan saluran cerna atas dilaporkan oleh El Mouzan sebesar 5% dengan umur 5-18 tahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 7 : 1 dengan keluhan utama sebanyak 69% berupa sakit perut kronik, 21% dengan hematemesis melana dan sisanya dengan Gejala muntah disertai sakit perut.5 Etiologi perdarahan saluran cerna atas pada anak dapat kita lihat pada table di bawah 6 :

Neonate [ birth-1 month]

Swallowed maternal blood

Gastritis

Esophagitis

Gastroducdenal ulcer

Coagulopathy associated with infection

Vascular anomaly

Hemorrhagic disease ( vitamin K deficinecy )

Infant/adolescent ( 1 month-18 years)

Gastritis

Esophagitis

Gastroducdenal ulcer

Mallcory-Weiss tear

Varices

Gastrointestinal duplication

Vascular anomaly

Coagulopathy

Hemofilia

Penyebab yang utama dari perdarahan usus halus pada anak adalah dibertikulum meckel yang berisian mucosa ektopik gaster atau páncreas dan dapat terjadi ulserasi. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan scanning radionuklir dan terapi dilakukan dengan reseksi divertikulum.6 Duplikasi merupakan penyebab kedua tersering perdarahan usus halus pada anak dan terapinya juga dengan reseksi, Ulkus pada anak sering terjadi selama perawatan di UCU pasca operasi . Chaibou M melaporkan bahwa beberapa factor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna atas pada anak yang dirawat intensif ádalah gagal napas, coagulopathy dan nilai PRIMS (pediatric risk of mortality store)= 10.7 Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastroduodenal ulcerasi tetapi gambaran lesi noduler yang difus lebih sering ditemukan pada anak. El Mouzan melaporkan dari 15 anak yang dilakukan bioterapi antrum melalui endoskopi didapatkan 13 diantaranya (87%) positif H. Pylori.5 Esophagistis karena refluks yang berat pada esophagus dapat disebabkan karena penyakit neuromuskuler, trauma mekanik karena benda asing, dan trauma kimia karena tertelan bahan kaustik, obat-obatan dan infeksi. Varises esophagus pada anak disebabkan hipertensi portal baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Trombosis vena splanikus dengan vena portal akan menyebabkan terjadinya varises esophagus.8 Kelainan vaskuler dan duplikasi saluran cerna merupakan penyebab lainya yang jarang ditemukan pada anak.6

Pada bayi baru lahir pernyebab perdarahan saluran cerna sangat bervariasi. Perdarahan dapat terjadi karena tertelan darah ibu sewaktu persalinan atau menyusui, dapat juga terjadi karena esophagitis, gastritis dan ulserasi gastroduodenal. Hematemesis dapat terjadi karena alergi susu sapi pada bayi yang dapat susu formula, dan defisiensi vitamin K.6 Mahcado RS melaporkan dua kasus hematemesis sekuler oleh karena gastritis hemorrhage yang disebabkan karena alergi susu sapi.9 Pada remaja penggunaan analgetik nonsteroid (NSAID) sering menimbulkan ulkus peptic yang menyebabkan perdarahan selain robekan Malorry-Weiss, varises gastroesophagus dan gastritis karena alcohol.5 Romanisizen melaporkan kejadian Malorry-Wess pada anak sekitar 0.3%. Banyak faktor yang menyebakan terjadinya Malorry – Weiss síndrome pada anak dan biasanya bersamaan dengan penyakit saluran cerna lainya seperti gastritis dan duodenitis, infeksi helicobacter pylori, gastroesophageal reflux dan asma bronchial.10 Riwayat muntah yang berat dan kemudian muntah darah khas untuk gejala Malorry-Weiss, pada dewasa sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol

Diagnosis dan penatalaksanaan

Endoskopi merupakan prosedur diagnostik dalam evaluasi perdarahan saluran cerna atas pada anak. Keamanan endoskopi pada anak sama dengan dewasa meskipun masih sedikit publikasi tentang endoskopi pada anak. Endoskopi lebih diutamakan untuk evaluasi dan pengobatan pada ulkus dan varises esophagus. Tindakan bedah diindikasikan jika terjadi kegagalan tindakan non invasif atau endoskopi6.

Perdarahan saluran cerna bawah

Penyebab perdarahan saluran cerna bawah dapat dilihat pada tabel di bawah6 :

Pada neonatus penting menyingkirkan terjadinya Necrotizing Enterocolitis (NEC), hal ini jarang ditemukan pada neonatus cukup bulan. Perdarahan rektum pada bayi sering berhubungan dengan kejadian NEC, jika diagnosis NEC ditegakkan maka pemberian antibiotika harus dilakukan dan bayi dipuasakan. Penyebab yang sering pada bayi adalah intoleransi susu sapi yang menyebabkan terjadinya colitis, penyebab lainya adalah fisura ani.11 Obstruksi usus dengan iskemia yang terjadi pada bayi dan anak dapat menimbulkan gejala muntah, sakit perut dan darah di tinja yang dapat disebabkan karena volvulus atau invaginasi. Pada bayi lebih besar penyebab perdarahan retal dapat berupa fisura anorektal, gastroenteritis infeksi dan invaginasi.6,11

Polyp juvenil, peradangan dan lesi nonneoplastik pada rektosigmoid merupakan penyebab yang sering dari perdarahan retal pada anak usia sekolah dan remaja.11 Polip ini bukan suatu keganasan yang sering terdapat pada rektosigmoid. Diperkirakan kejadiannya sekitar 2% pada anak dengan gejala asimptomatis dengan lokasi tersaring atau 83,1% pada rektosigmoid.12 Poddar U dkk melaporkan dari 353 anak yang dilakukan kolonoskopi didapati sebanyak 208 (59%) dengan polip, dan Juvenil poliposis (jumlah polip lebih dari 5 ) didapat pada 17 (8%) diantaranya dengan rentang umur 3 – 12 tahun 13 Enterocolitis karena suatu infeksi dapat bermanifestasi sebagai suatu buang air besar berdarah pada anak. Sindroma Uremia Hemolitik dan Purpura Henoch-Schonlein merupakan penyakit vaskulitis yang sering ditemui pada anak dengan gajala berupa ulcerasi dan perdarahan saluran cerna. Penyakit inflamasi usus juga dapat menyebabkan colitis dan perdarahan rektal pada anak. Kolitis ulseratif didapat 2-4 per 100.000 anak dan rata-rata umur saat diagnosis ditegakkan 10 tahun.14 Kelainan pembuluh darah seperti hemangioma, malformasi vena, telangiectasia herediatary hemorrhage merupakan penyebab yang jarang dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak. Pada remaja perdarahan sering disebabkan oleh karena divertikulum kolon dan penyakit inflamasi usus.6,11

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Kolonoskopi merupakan pilihan dalam diagnosis dan terapi perdarahan saluran cerna bawah. Polip juvenis dapat diterapi dengan polipektomi melalui kolonoskopi, tindakan hemostasis lain seperti skleroterapi, elektrokauterisasi, laser dan ligasi banding dapat dilakukan pada kelainan pembuluh darah kolon pada anak. Rajan R melaporkan Computerized Tomography (CT) Scan berguna pada perdarahan saluran cerna bawah akut jika kolonoskopi tidak dapat menemukan lokasi perdarahan dan perdarahan sementara berhenti dengan sensitivitas sebesar 79%15. Penyakit inflamasi usus dan Purpura Henoch-Schonlein dapat diobati dengan steroid dan entercolitis karena infeksi dengan antibiotika. Pengobatan terbaru untuk inflamasi usus pada anak meliputi 5-aminosalisylic acid, corticosteroid, azathioprine,6 merkaptopurine, metronidazole dan cyclosporice. Jika metronidazol tidak efektif dapat dipakai antibiotika golongan ciprofloxacin dan trimetropin sulfametoksosal.16 Operasi dilakukan pada perdarahan saluran cerna yang disebabkan karena invaginasi, volvulus atau divertikulum.6

Kesimpulan

Perdarahan saluran cerna pada anak dapat berasal dari saluran cerna atas atau dari saluran cerna bawah yang menifestasi klinisnya berbeda. Hal yang utama diperhatikan pada perdarahan saluran cerna pada anak adalah mengatasi agar tidak terjadi shok hipovolemik karena perdarahan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memastikan lokasi perdarahan. Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tepat akan menghindari kita dari pemeriksaan penunjang yang berlebihan.

Read More......

KONTRASEPSI

Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan atau pencegahan konsepsi. Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai cara dapat dilakukan, antara lain penggunaan pil KB/ kontrasepsi oral, suntikan atau intravaginal, penggunaan alat dalam saluran reproduksi (kondom, alat kontrasepsi dalam rahim/implan), operasi (tubektomi, vasektomi) atau dengan obat topikal intravaginal yang bersifat spermisid.

Dari sekian banyak cara tersebut, penggunaan obat hormonal oral atau suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, merupakan cara yang paling banyak digunakan karena sudah lama dikenal dan efetivitasnya sebagai kontrasepsi cukup tinggi.

Kontrasepsi Oral

Ada 4 pil KB / kontrasepsi oral :

  1. Pil KB / kontrasepsi oral tipe kombinasi

    Terdiri dari 21-22 pil KB / kontrasepsi oral dan setiap pilnya berisi derivat estrogen dan progestin dosis kecil, untuk pengunaan satu siklus. Pil KB / kontrasepsi oral pertama mulai diminum pada hari pertama perdarahan haid, selanjutnya setiap pil hari 1 pil selama 21-22 hari.

    Umumnya setelah 2-3 hari sesudah pil kb / kontrasepsi oral terakhir diminum, akan timbul perdarahan haid, yang sebenarnya merupakan perdarahan putus obat.

    Penggunaan pada siklus selanjutnya, sama seperti siklus sebelumnya, yaitu pil pertama ditelan pada hari pertama perdarahan haid.

  2. Pil KB / kontrasepsi oral tipe sekuensial

    Terdiri dari 14-15 pil KB / kontrasepsi oral yang berisi derivat estrogen dan 7 pil berikutnya berisi kombinasi estrogen dan progestin. Cara penggunaannya sama dengan tipe kombinasi. Efektivitasnya sedikit lebih rendah dan lebih sering menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.

  3. Pil KB / kontrasepsi oral tipe pil mini

    Hanya berisi derivat progestin, noretindron atau norgestrel, dosis kecil, terdiri dari 21-22 pil. Cara pemakaiannya sama dengan cara tipe kombinasi

  4. Pil KB / kontrasepsi oral tipe pil pascasanggama (morning after pil)

    Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut.

Pil KB / kontrasepsi oral di pasaran

Pada umumnya pil KB / kontrasepsi oral di pasaran terdiri dari 28 pil kontrasepsi, biasanya 7 diantaranya berisi plasebo (zat netral). Hal ini dilakukan untuk mendisiplinkan pemakaian pil KB / kontrasepsi oral.

Pil KB / kontrasepsi oral selain untuk mencegah kehamilan juga untuk mengatur haid agar teratur.

Ada juga pil KB / kontrasepsi oral yang menggunakan bahan yang tidak menimbulkan efek samping berat badan naik, tulang keropos.

Pada produk tertentu pil KB / kontrasepsi oral juga menjanjikan kehalusan kulit pada pemakainya.
Semua kembali kepada pilihan anda dan dokter yang menangani permasalahan ini.

Kontrasepsi suntikan.

Kontrasepsi suntikan yang banyak digunakan ialah medroksiprogesteron asetat 150 mg dalam bentuk depo (lepas lambat) dan kombinasi medroksiprogesteron asetat 50 mg dengan 10 mg estradiol cipionat.

Kedua jenis kontrasepsi suntikan ini diberikan secara IM (intra muskular) dan harus cukup dalam, di daerah gluteus.

Untuk jenis kontrasepsi suntikan medroksiprogesteron asetat 150 mg disuntikkan tiap12 minggu pada hari ke 1 sampai dengan hari ke 5 dalam siklus haid atau dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan

Sedangkan kombinasinya diberikan setiap 30 hari.

Kontrasepsi lainnya.

  1. IUD bentuk T dengan kawat tembaga tipis yang distabilkan dengan inti polyethylene. Dipasang selama akhir periode haid atau 1-2 hari pasca haid.
  2. Implan yang mengandung etonogestrel, merupakan kontrasepsi reversible jangka panjang.
  3. IUD yang mengandung levonorgestrel bisa digunakan untuk jangka waktu 3 atau 5 tahun. Kontrasepsi ini dipasang pada rongga rahim /subdermal antara hari pertama sampai dengan hari ke 7 siklus menstruasi. Juga dapat dipasang segera dalam 4 bulan pertama pasca aborsi. Pemasangan pasca melahirkan harus ditunda sampai dengan 6 minggu sesudah melahirkan.

Read More......

Informasi Penyakit Cacar Air

Penyakit Cacar atau yang disebut sebagai 'Herpes' oleh kalangan medis adalah penyakit radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung berisi air secara berkelompok. Penyakit Cacar atau Herpes ini ada 2 macam golongan, Herpes Genetalis dan Herpes Zoster. Herpes Genetalis adalah infeksi atau peradangan (gelembung lecet) pada kulit terutama dibagian kelamin (vagina, penis, termasuk dipintu dubur/anus serta pantat dan pangkal paha/selangkangan) yang disebabkan virus herpes simplex (VHS), Sedangkan Herpes Zoster atau dengan nama lain 'shingles' adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang menimbulkan gelembung cairan hampir pada bagian seluruh tubuh.

Herpes zoster juga dikatakan penyakit infeksi pada kulit yang merupakan lanjutan dari pada chickenpox (cacar air) karena virus yang menyerang adalah sama, Hanya terdapat perbedaan dengan cacar air. Herpes zoster memiliki ciri cacar gelembung yang lebih besar dan berkelompok pada bagian tertentu di badan, bisa di bagian punggung, dahi atau dada.

Read More......